Selasa, 04 Oktober 2011

Busyro : DPR Tidak Perlu Takut Diperiksa KPK



Nama Kelompok :
1. Cynthia Tanafas S (20208291)
2. Martha Kristiani K (20208776)
3. Maulidah Rahmita (20208783)

SUMBER : KORAN JAKARTA
EDISI : 1174/Tahun IV
TANGGAL : Selasa, 4 Oktober 2011
Analisa :
Dalam Kasus antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tentang kasus korupsi Proyek Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) di kawasan transmigrasi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, termasuk dalam penyalahgunaan Kode Etik yang dilakukan seorang Akuntan, seperti :
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Setiap anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
Dalam kasus ini Pimpinan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak mempunyai tanggung jawab profesi karena dia tidak menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam pengambilan keputusan serta tidak memelihara kepercayaan masyarakat dalam mengurus rumah tangga negara.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik.
Dalam kasus ini Pimpinan Banggar anggota DPR tidak memelihara kepentingan publik karena tidak menghormati kepercayaan publik dan tidak menunjukkan komitmen atas profesionalisme nya. Mereka hanya mementingkan pelayanan terhadap kepuasan pribadi sehingga adanya korupsi dalam kasus Banggar ini.

3. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Dalam kasus ini anggota DPR yang menangani masalah penyalahgunaan anggaran tidak mempunyai kode etik standar teknis karena tidak melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan tidak melakukan tugasnya dengan hati-hati dalam setiap pengambilan keputusan demi kesejahteraan masyarakat indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar